Sejarah
Obat
Sejarah Penggunaan Obat
Pada mulanya penggunaan
obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan, hanyaberdasarkan pengalaman dan
selanjutnya Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan
obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan
yang sudah diketahui zat aktifnya.
Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan.
Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi.
Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik.
Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil
melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan
percobaan, ia mengatakan :”I pondered at length, finally I resolved to clarify
the matter by experiment”. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian
farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada hewan
merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat
diuji–coba secara klinik pada manusia. Institut Farmakologi pertama didirikan
pada th 1847 oleh Rudolf Buchheim (1820-1879) di Universitas Dorpat (Estonia).
Selanjutnya
Oswald Schiedeberg (1838- 1921) bersama dengan pakar disiplin ilmu lain
menghasilkan konsep fundamental dalam kerja obat meliputi reseptor obat,
hubungan struktur dengan aktivitas dan toksisitas selektif. Konsep tersebut
juga diperkuat oleh T. Frazer (1852-1921) di Scotlandia, J. Langley (1852-1925)
di Inggris dan P. Ehrlich (1854-1915) di Jerman. Sumber obat Sampai akhir abad
19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan
atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit
tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila dosisnya terlalu tinggi atau
pada kondisi tertentu penderita.
Untuk
menjamin tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat
diawetkan dengan pengeringan. Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu
adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan
obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah tanaman
tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin (noskapin),
papaverin dll. yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain walaupun
dari sumber yang sama Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat bervariasi
tergantung pada tempat asal tumbuhan, waktu panen, kondisi dan lama
penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis, F.W.Sertuerner (1783- 1841)
pada th 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan memurnikannya dan secara
terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu berkembang obat sintetik
untuk berbagai jenis penyakit.
Pengembangan
Obat Baru
Pengembangan
bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber yaitu dari
tanaman (glikosida jantung untuk mengobati lemah jantung), jaringan hewan
(heparin untuk mencegah pembekuan darah), kultur mikroba (penisilin G sebagai
antibiotik pertama), urin manusia (choriogonadotropin) dan dengan teknik
bioteknologi dihasilkan human insulin untuk menangani penyakit diabetes. Dengan
mempelajari hubungan struktur obat dan aktivitasnya maka pencarian zat baru
lebih terarah dan memunculkan ilmu baru yaitu kimia medisinal dan farmakologi
molekular. Setelah diperoleh bahan calon obat, maka selanjutnya calon obat
tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya
yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh Badan pemberi izin.
Biaya yang diperlukan dari mulai isolasi atau sintesis senyawa kimia sampai
diperoleh obat baru lebih kurang US$ 500 juta per obat. Uji yang harus ditempuh
oleh calon obat adalah uji praklinik dan uji klinik.
SEJARAH
FARMAKOLOGI
Sejarah farmakologi dibagi menjadi 2 periode yaitu
periode kuno dan periode modern. Periode kuno (sebelum tahun 1700) ditandai
dengan observasi empirik penggunaan obat dapat dilihat di Materia Medika.
Catatan tertua dijumpai pada pengobatan Cina dan Mesir. Claudius Galen (129–200
A.D.), orang pertama yg mengenalkan bahwa teori dan pengalaman empirik
berkontribusi seimbang dalam penggunaan obat. Theophrastus von Hohenheim (1493–1541
A.D.), atau Paracelsus: All things are poison, nothing is without poison; the
dose alone causes a thing not to be poison.” Johann Jakob Wepfer
(1620–1695) the first to verify by animal experimentation assertions about
pharmacological or toxicological actions.
Periode modern dimulai Pada abad 18-19, mulai dilakukan
penelitian eksperimental tentang perkembangan obat, tempat dan cara kerja obat,
pada tingkat organ dan jaringan. Rudolf Buchheim (1820–1879) mendirikan the
first institute of Pharmacology di the University of Dorpat (Tartu, Estonia) in
1847 pharmacology as an independent scientific discipline. Oswald Schmiedeberg
(1838–1921), bersama seorang internist, Bernhard Naunyn (1839–1925),
menerbitkan jurnal farmakologi pertama. John J. Abel (1857–1938) “The Father of
American Pharmacology”, was among the first Americans to train in
Schmiedeberg‘s laboratory and was founder of the Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics (published from 1909 until the present).
Regulasi obat bertujuan menjamin hanya obat yang efektif
dan aman, yang tersedia di pasaran. Tahun 1937 lebih dari 100 orang meninggal
karena gagal ginjal akibat eliksir sulfanilamid yang dilarutkan dalam
etilenglikol. Kejadian ini memicu diwajibkannya melakukan uji toksisitas
praklinis untuk pertama kali. Selain itu industri diwajibkan melaporkan data
klinis tentang keamanan obat sebelum dipasarkan. Tahun 1950-an, ditemukan
kloramfenikol dapat menyebabkan anemia aplastis. Tahun 1952 pertama kali diterbitkan
buku tentang efek samping obat. Tahun 1960 dimulai program MESO (Monitoring
Efek Samping Obat). Tahun 1961, bencana thalidomid, hipnotik lemah tanpa efek
samping dibandingkan golongannya, namun ternyata menyebabkan cacat janin. Studi
epidemiologi di Utero memastikan penyebabnya adalah thalidomid, sehingga
dinyatakan thalidomid ditarik dari peredaran karena bersifat teratogen.
Tahun 1962, diperketat harus dilakukannya uji toksikologi
sebelum diuji pada manusia. Setelah itu (tahun 1970-an hingga 1990an) mulai
banyak dilaporkan kasus efek samping obat yang sudah lama beredar. Tahun
1970-an Klioquinol dilaporkan menyebabkan neuropati subakut mielo-optik. Efek
samping ini baru diketahui setelah 40 tahun digunakan. Dietilstilbestrol
diketahui menyebabkan adenocarcinoma serviks (setelah 20 tahun digunakan secara
luas). Selain itu masih banyak lagi penemuan ESO (Efek Samping Obat) yang
menyebabkan pencabutan ijin edar atau pembatasan pemakaian. Berbagai kejadian
ESO yang dilaporkan memicu pencarian metode baru untuk studi ESO pada sejumlah
besar pasien. Hal ini memicu pergeseran dari studi efek samping ke studi
kejadian ESO. Tahun 1990an dimulai penggunaan Farmakoepidemiologi untuk
mempelajari efek obat yang menguntungkan, aplikasi ekonomi kesehatan untuk
studi efek obat, studi kualitas hidup, dan lain-lain. Studi Farmakoepidemiologi
semakin bekembang, dan pada tahun 1996 dikeluarkanlah Guidelines for Good
Epidemiology Practices for Drug, Device, and Vaccine Research di USA.
Pengertian Farmakologi
Farmakologi berasal dari kata (Yunani)
yang artinya farmakon yang berarti obat dalam makna sempit, dan dalam makna
luas adalah semua zat selain makanan yang dapat mengakibatkan perubahan susunan
atau fungsi jaringan tubuh. Logos berarti ilmu. Sehingga farmakologi adalah
ilmu yang mempelajari pengaruh bahan kimia pada sel hidup dan sebaliknya reaksi
sel hidup terhadap bahan kimia tersebut. Pada mulanya farmakologi mencakup
berbagai pengetahuan tentang obat yang meliputi: sejarah, sumber, sifat-sifat
fisika dan kimiawi, cara meracik, efek fisiologi dan biokimiawi, mekanisme
kerja, absorpsi, distribusi, biotranformasi dan ekskresi, serta penggunaan obat
untuk terapi dan tujuan lain. Adapun beberapa istilah untuk farmakologi: 1.
Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari cara kerja obat, efek obat terhadap
faal tubuh dan perubahan biokimia tubuh. 2. Farmakokinetik adalah ilmu yang
mempelajari cara pemberian obat, biotranformasi atau perubahan yang di alami
obat di dalam tubuh dan cara obat di keluarkan dari tubuh (ekskresi). 3.
Farmakoterapi Merupakan cabang ilmu farmakologi yang mempelajari penggunaan
obat untuk pencegahan dan menyembuhkan penyakit 4. Farmakognosi adalah cabang
ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang
merupakan sumber obat 5. Khemoterapi adalah cabang ilmu farmakologi yang
mempelajari pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen termasuk
pengobatan neoplasma 6. Toksikologi adalah lmu yang mempelajari keracunan zat
kimia termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun
lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga dipelajari cara pencegahan,
pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan. 7. Farmasi adalah
membidangi ilmu yang meracik obat, penyediaan dan penyimpan obat, pemurnian,
penyempurnaan dan penyajian obat.
PERTANYAAN
& JAWABAN
1. Apa yang dimaksud dengan farmakologi?
ð Farmakologi berasal dari kata (Yunani) yang artinya farmakon
yang berarti obat dalam makna sempit, dan dalam makna luas adalah semua zat
selain makanan yang dapat mengakibatkan perubahan susunan atau fungsi jaringan
tubuh. Logos berarti ilmu. Sehingga farmakologi adalah ilmu yang mempelajari
pengaruh bahan kimia pada sel hidup dan sebaliknya reaksi sel hidup terhadap
bahan kimia tersebut. Pada mulanya farmakologi
2. Siapa yang mengembangkan ilmu
farmakologi?
ð Bapak Hippocrates
3. Dimana ilmu farmakologi dikembangkan?
ð perkembangan farmakologi diawali dengan
observasi empiris penggunan obat gubal. dalam masa tersebut, penggunaan,
penggolongan dan karakteristik obat masih didasarkan pada pengalaman empirik
masyarakat. perkembangan lebih lanjut, farmakologi didasarkan bukan lagi pada
pengalaman empirik melainkan pada berbagai penelitian terpadu mengenai obat
meliputi nasib obat dalam tubuh, dan tempat aksi serta cara kerja obat sehingga
farmakologi memiliki berbagai anak cabang yang terus berkembang hingga
sekarang.
4. Mengapa ilmu farmakologi memiliki
beberapa cabang?
ð Karena agar lebih spesifik belajarnya
5. Sejak kapan ilmu farmakologi
berkembang di Indonesia?
ð Farmakologi telah berkembang sejak
sebelum tahun 1700 ( periode kuno) yang ditandai dengan observasi empiric penggunaan
obat yang dikenalkan pertama kali oleh Claudius Galen. Kemuadian pada abad 18 –
19 (periode modern) mulai dilakukan penelitian eksperimental tentang nasib obat,tempat
dan cara kerja obat,pada tingkat organ dan jaringan.
6. Sejak kapan obat mulai di kembangkan
di Indonesia?
ð pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintetik mulai
dikenal seperti Salvarsan dan Aspirin.Sejak tahun 1945 ilmu-ilmu kimia, fisika
dan kedokteran berkembang dengan pesat, dan hal ini menguntungkan sekali bagi
penyelidikan yang sistematis dTari obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetik
telah ditemukan, rata-rata 500 obat setiap tahunnya, yang mengakibatkan
perkembangan revolsioner di bidang farmako-terapi. Kebanyakan obat kuno
ditinggalkan diganti dengan obat-obat modern
7. Mengapa obat dikembangkan di dunia?
ð Karena untuk mencegah, meringankan, menyembuhkan
berbagai penyakit yang ada di dunia
8. Apa yang dimaksud dengan obat?
ð Obat adalah semua bahan tunggal atau
campuran yang di pergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar
gunanya untuk mencegah, meringankan dan menyembuhkan penyakit
9. Sebutkan cabang cabang obat?
ð 1. Farmakognosi
2. Biofarmasi
3. Farmakokinetika
4. Farmakodinamika
5. Toksikologi
6. Farmakoterapi
7.
Farmakogenetika/Farmakogenomik
8. Farmakovigilans